Kontributor : Galih Candra Kusuma
Dalam dunia seismik processing, dikenal istilah stacking yang bertujuan untuk mendapatkan suatu penampang seismik atau section sebuah line seismik. Stacking merupakan metode penjumlahan trace-trace dalam satu gather (biasanya dalam domain CDP) yang sudah terkena koreksi normal move out. Artinya, perlu dilakukan koreksi NMO sebelum dilakukan proses stacking tersebut.
Dalam dunia seismik processing, dikenal istilah stacking yang bertujuan untuk mendapatkan suatu penampang seismik atau section sebuah line seismik. Stacking merupakan metode penjumlahan trace-trace dalam satu gather (biasanya dalam domain CDP) yang sudah terkena koreksi normal move out. Artinya, perlu dilakukan koreksi NMO sebelum dilakukan proses stacking tersebut.
Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak/offset
yang digambarkan dengan pola hiperbola pada suatu gather menjadi gather yang
flat. Dalam proses ini, pemilihan model kecepatan merupakan hal yang sangat
penting dan paling mempengaruhi keberhasilan koreksi NMO.
Penentuan model kecepatan secara konvensional dilakukan
dalam proses Analisa Kecepatan. Dalam proses ini, digunakan beberapa acuan
untuk menentukan nilai kecepatan secara tepat berdasarkan data yang ada.
Biasanya acuan tersebut berupa panel-panel yang terdiri dari gather, semblance,
stack, dan juga section.
Keempat panel ini menjadi sangat penting ketika analisa
kecepatan dilakukan. Keberhasilan dan ketepatan model kecepatan yang dihasilkan
bergantung pada keempat panel ini. Misalnya saja pada pemilihan kecepatan
tersebut seharusnya mengikuti kemenerusan horizon/reflektor pada data
seismik. Muncul suatu kebingungan dalam
menentukan kecepatan dari suatu panel yang memiliki kasus reflektornya tidak
terlihat dengan baik. Kemudian akan timbul pertanyaan bagaimana memperoleh data
model kecepatan yang tepat pada kasus seperti yang dicontohkan tersebut,
sedangkan acuan yang kita gunakan tidak begitu cukup jelas.
Perkembangan penelitian dalam bidang seismik processing
telah menemukan suatu metode unconventional yang diharapkan menjadi solusi
untuk menangani problem di atas. Suatu metode yang tidak membutuhkan model
kecepatan secara eksplisit untuk melakukan Stacking agar diperoleh penampang
yang optimum. Adalah ilmuwan jerman Jürgen
Mann yang telah mengembangkan metode tersebut yang dikenal dengan CRS-Stack
(Common Reflection Surface- Stack).
Perbedaan dengan metode stack konvensional adalah terletak
pada penggunaan operator stacking-nya.
Untuk metode konvensional,
Sedangkan untuk metode CRS,
Sebenarnya operator dalam metode CRS merupakan operator yang
identik dengan operator konvensional hanya saja operator stack merupakan
operator yang dihasilkan oleh ekspansi deret Taylor dari operator stack
konvensional. Dari persamaan CRS Stack kita mengetahui bahwa model kecepatan
tidak menjadi faktor penentu, melainkan ada tiga atribut baru yang menjadi
penentu dalam proses stacking. Ketiga atribut tersebut antara lain emergence
angle, Wavefront curvatue RNIP, dan Wavefront curvature RN.
Untuk lebih mudah mengetahui secara fisik dari ketiga
atribut tersebut, coba lihat gambar di bawah ini :
Asumsikan bahwa suatu gelombang berupa wavefront (seperti gelombang air kolam
yang timbul setelah kita melempar batu ke kolam tersebut). Ada 2 jenis
gelombang yang ditinjau pada gambar di atas yaitu
NIP(Normal Incident Point)-wave yaitu gelombang yang datang
dari sebuah titik dan N(Normal)-wave yaitu gelombang yang datang dari suatu
permukaan. Keduanya berasal dari subsurface (hasil refleksi dari sumber
getaran). Kemudian Sudut antara sinar ZO
dengan bidang normal (α) merupakan sudut yang terbentuk antara ray tracing (garis
khayal jarak terdekat yang ditempuh gelombang sampai ke permukaan). Dalam
praktiknya, ketiga atribut ini dicari nilainya menggunakan pendekatan
matematis.
Berikut di bawah ini merupakan hasil dari metode CRS Stack dan juga dari metode konvensional.
Stack dengan Metode CRS
Stack dengan Metode Konvensional
No comments:
Post a Comment