Kontributor : Krisna Andita.
Sari
Untuk
memetakan stratigrafi dan struktur detail dari target bawah permukaan
di lapangan X dibutuhkan survey seismik 3D. Tahap awal dari survey
ini adalah desain geometri survey 3D.
Dalam paper ini dijelaskan 2 hal. Pertama, tentang prosedur
penentuan 7 parameter target (bawah permukaan) dan 7 parameter
lapangan (permukaan). Yang kedua, evaluasi beberapa model desain
Geometri survey seismik darat 3D. Sehingga bisa diestimasi, desain
yang paling optimal untuk lapangan X.
Desain
geometri survey meliputi 2 item desain utama, yakni desain template
dan desain konfigurasi spread. 2 jenis template yang didesain adalah
tipe Wide-azimuth dengan Narrow Azimuth. Dan 2 jenis Spread yang yang
didesain adalah tipe Brick dan Ortogonal.
Perbandingan
geometri spread menunjukkan, geometri brick mampu memberikan kualitas
survey yang lebih baik dalam hal nilai near-offset, luas CMP-area
nilai fold pada offset dangkal, dan distribusi nilai far offset,
dibanding geometri ortogonal.
Dengan
analisa bin, wide-azimuth template dinilai lebih baik dalam hal luas
CMP-area, luas fullfold, dan distribusi azimuth. Namun dalam nilai
Maksimum far offset, offset range dan sensitifitas fold pada target
dangkal, Narrow-azimuth template terbukti lebih baik.
Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Lapangan
X merupakan lapangan Eksplorasi minyak yang sudah diproduksi. Untuk
kepentingan optimasi produksi yang lebih baik dibutuhkan data
struktur dan stratigrafi detail dari target (bawah permukaan) di
lapangan X ini.
Deskripsi
target geologi (bawah permukaan) pada lapangan X ini, berkisar dari
400 hingga 2200 meter dari permukan tanah. Dengan kemiringan (dip)
antara 5-25
o .
Pada
tulisan
ini dirancang beberapa model geometri template dan spread untuk
survey seismik 3D di lapangan X. Kemudian dianalisa dan dicari desain
mana yang lebih optimal untuk diaplikasikan di lapangan X.
2. Batasan Masalah
Hal
yang penulis angkat dalam paper ini adalah mengenai Eksplorasi
seismik darat 3D. Secara spesifik mengungkap 3 hal; yakni:
- Prosedur desain Geometri Brick pada Eksplorasi seismik 3D dari tahap pra operasional, sampai tahap “re-desain” di tahap operasional, yang mengalami modifikasi posisi Shot point recovery, akibat rintangan (obstacle) di lapangan.
- Analisa perbandingan 2 tipe konfigurasi Spread (Brick dan Ortogonal) dengan Ukuran template yang sama.
- Analisa perbandingan 2 tipe template (Wide & Narrow Azimuth) pada geometri Brick, dengan berbagai Atributnya.
3. Tujuan
- Menjelaskan prosedur penentuan parameter dalam desain survey seismik 3D dalam rangka mendapatkan struktur stratigrafi detail dari target dengan geometri brick di Lapangan X.
- Optimasi Pemilihan tipe Template dan konfoigurasi spread yang sesuai untuk survey 3D di lapangan X.
4. Alat Bantu/Tools
Sebagai
alat bantu, Penulis menggunakan software desain survey seismik 3D;
MESA profesional ver. 7.0 (Green Mountain Geophysics).
5. Membuat Desain Template
Template
merupakan istilah dalam desain seismik 3D yang menggambarkan geometri
posisi sumber getar (Shot point) dan penerima (geophone group) yang
aktif dalam satu kali group tembakan (salvo) (Gambar 2.1). Geometri
template ini dirancang berdasarkan informasi fisika dan geologi
secara global dari kondisi target bawah permukaan (subsurface). Hal
tersebut dikenal sebagai parameter bawah permukaaan (parameter
target).
Dari
parameter target ini, seorang perancang desain survey, memiliki
masukan untuk menentukan paramater geometri survey di permukaan yang
dikenal sebagai parameter Permukaaan (Parameter lapangan).
Kronologis
penentuan Parameter target dan Parameter permukaan di lapangan X ini
secara sederhana bisa diperlihatkan dengan bagan alur 2.1, 2.2 dan
2.3.
6. Parameter Bawah Permukaan (Target)
7
Parameter bawah permukaan (parameter Target) :
- Kedalaman
Kedalaman
yang digunakan disini adalah kedalaman target dari permukaan
(surface) bukan kedalaman dari muka laut (MSL). Kedalaman yang
dimaksud terbagi menjadi 2;
- Kedalaman Primer (hprimer)
- Kedalaman Sekunder (hSekunder)
Kedalaman
primer merupakan kedalaman dari target terdangkal, sedangkan
Kedalaman Sekunder merupakan kedalaman dari target terdalam.
Informasi ini bisa diperkirakan dari data sumur, atau dari data
seismik 2D sebelumnya. Parameter kedalaman ini penting peranannya
sebagai parameter jangkauan Maksimum Near offset (Xmaxmax) dan
Maksimum Far offset (Xminmax).
dimana
:
Xminmax
< (hprimer)
< (hSekunder)
< Xmaxmax
yang
lebih detailnya, akan dijelaskan dalam pembahasan paramater
permukaaan (lapangan).
- Vrms
Merupakan
kecepatan rata-rata dari setiap lapisan bawah permukaan. Informasi
ini didapat dari kecepatan interval (kecepatan rambat gelombang P
pada masing-masing lapisan), yang didapat dari data sumur. Vrms
sangat besar pengaruhnya dalam penentuan ukuran BIN, yang akan di
jelaskan di pembahasan berikutnya.
- Fmax

Berikut
formulasi dari resolusi;
Resolusi
Vertikal
[
λ / 4] < Rv < [λ / 2]
Rv_min
< Rv < Rv_max .........................(Persamaan 2.1)
dengan:
Rv_min
= [ Vint / (4*Δf)]
Rv_max
= [ Vint / (2*Δf)]
Resolusi
Lateral
RL_min
< RL < RL_max ........................(Persamaan 2.2)
dengan:
RL_min
= [3*Rv_min / sin(θmax)]
RL_max
= [3*Rv_max / sin(θmax)]
(Mesa
ver 7.03)

Radius
Zona Fresnel Pertama dinyatakan dengan :
dimana
:
w
= diameter Zona Fresnel
- Dip (kemiringan maksimum Target)
Merupakan
kemiringan maksimum Target. dip ini di bagi dalam 2 arah. Dip dalam
arah inLine, dan dip dalam arah Crossline. Nilai dip ini bisa diambil
dari time struktur map, atau dari penampang seismik 2D, tentunya
setelah mengetahui nilai kecepatan rambat gelombang di lapisan
tersebut. Nilai dip ini berpengaruh terhadap perhitungan ukuran BIN
dalam arah inline dan Crossline. Dalam aspek geometri lainnya, ia
sangat menentukan perhitungan migrasi aperture, juga dalam menentukan
orientasi (arah) bentangan Receiver line dan shot line. Termasuk di
dalamnya (kalau ada) arah strike dari patahan.
- Dimensi zona target
Ukuran
zona target (bawah permukaan) dalam bidang luasan. Didalamnya berisi
data bentuk permukaan target, berbentuk poligon sederhana, segi
empat, dsb. Termasuk juga posisi titik-titik batasnya (target
boundary). informasi ini berguna dalam menghitung Luas Zona Survey
secara keseluruhan.
- Ukuran Bin (Binsize)
Bin,
merupakan
rekayasa sampel luasan pada bidang target. Bin merupakan tempat
jatuhnya sinyal-sinyal refleksi yang di-stack (konsep CMP). Sehingga
bidang survey menjadi terbagi-bagi dalam geometri grid.
Bin
juga merupakan “bank data” yang mendokumentasikan nilai fold,
azimuth, dan Offset, yang bisa diakses secara terpisah (untuk
dibandingkan), atau bersamaan.
Ukuran
bin dipengaruhi oleh VRMS,
Frekuensi Maksimum, dan dip maksimum.
Perhitungan
nilai bin mengikuti formulasi sebagai berikut:
...(Persamaan
2.3)
Dimana
:
Δbx
adalah ukuran bin dalam arah x
Sin
θ merupakan sudut dip maksimum dalam arah crossline ( searah strike
struktur).
Δby
memiliki formula yang sama, namun dengan sudut dip tegak lurus
terhadap strike. (dip arah inline)
Ukuran
bin diatas adalah ukuran maksimum dari bin. Dimana jika telah
melewati ukuran tersebut akan terjadi aliasing terhadap data yang
akan diperoleh. Ini merupakan hal yang buruk bagi proses selanjutnya.
Ukuran bin biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat, misalnya : 24,
30, 35 dan sebagainya.
- Fold (multiplicity)
Merupakan
jumlah pasangan sinyal pantul Source dan geophone-Group dari setiap
titik di pusat bin.
Nilai
fold pada desain survey 3D, diambil dari nilai fold survey seismik 2D
sebelumnya. Harganya berkisar antara:
1/3
Fold2D
< Fold3D
< 2/3 Fold2D ...(Persamaan
2.4)
Untuk
geomeri seismik 3D, fold dideskripsikan dalam 2 arah.
Arah
Crossline (Fx) dan arah inline (Fi)
Fx
= ½ * nRL ; ...(Persamaan
2.5)
dimana:
Fx
adalah Fold dalam arah Crossline
nRL
adalah jumlah receiver line dalam satu template.
Fi
= ½ * [
RI / (2*SLI )] * nC ...(Persamaan
2.6)
dimana:
Fi
adalah
Fold dalam arah inLine
RI
adalah jarak antar Geophone Group
SLI
adalah jarak antar line-Shotpoint
Catatan:
formula ini hanya berlaku untuk Geometri brick Lapangan X
Ftot
=
Fx
* Fi ...(Persamaan
2.7)
Nilai fold berpengaruh langsung terhadap kualitas data. Karena
semakin banyak nilai fold, akan semakin baik pula nilai data hasil
stack. Jumlah fold ini akan dipengaruhi oleh jarak antar
Geophone-Group, jarak antar source point, sekaligus jumlah Channel
Aktif yang dibentang dalam beberapa receiver line. Singkatnya jumlah
fold yang tinggi berarti memakan biaya operasional yang relatif
tinggi pula.
8. Parameter Permukaan (Lapangan)
Parameter
Permukaan ini merupakan Geometri pokok yang diturunkan dari parameter
target. Parameter Permukaan dirancang untuk menangkap semua kebutuhan
data seismik berdasarkan spesifikasi pada parameter target
sebelumnya.
- RI (Receiver Interval)
Merupakan
jarak antara 2 geophone group. Nilainya adalah dua kali ukuran bin,
baik dalam arah inline, maupun crossline. Sehingga besar kecilnya RI,
sangat dipengaruhi oleh ukuran BIN yang telah ditentukan dalam suatu
operasi survey.
- SI (Shotpoint Interval)
Merupakan
jarak antar 2 titik tembak (Shotpoint). Nilai SI dalam dunia survey
biasanya kelipatan bulat dari jarak RI. misalnya; SI=RI, SI=2*RI,
dst. Nilai SI akan berpengaruh terhadap jumlah total SP (Shotpoint)
yang akan disimpan dalam area survey. Tentunya semakin banyak SP,
biaya survey akan semakin mahal pula.
- SLI (Shot Line Interval)
dan
- RLI (Receiver Line Interval)
Untuk
menentukan nilai SLI dan RLI, bisa mengikuti 2 pendekatan:
Pendekatan
pertama sebagaimana yang digunakan oleh Mike Galbraith (1994) dan
Stone, 1994)
dengan
:
NS =
jumlah shotpoint per km
2
F =
nominal fold
C =
jumlah Channel aktif dalam satu Template perekaman
b
x = Dimensi bin pada arah x (km)
b
y = Dimensi bin pada arah y (km)
b
=Dimensi bin searah terhadap orientasi Shotline (km)
Misalnya,
jika Survey di Lapangan X ini dengan menggunakan konfigurasi
spreadnya ortogonal dan Fold =35, C=1120, bx = 0.040, by =0.020. Maka
diketahui nS = 39.0625 sp/ km
2
kemudian,
dengan b = 0.040, maka SLI = 320 (ortogonal), 160 (brick)
Metode
ini sangat baik digunakan jika kita memiliki jumlah Channel terbatas
senilai C.
Cara
kedua adalah dengan optimasi nilai Xminmax (maksimum near offset).
Dimana secara praktis, (Xminmax) merupakan jarak target terdangkal
yang merupakan akar kuadrat dari nilai Near offset maksimum ditambah
Far offset maksimum yang masing-masing dikuadratkan.
Secara
detail, turut diperhitungkan pula nilai RI dan SI, sebagai berikut:
Xmin,max
= ((RLI - ½ SI)2
+(SLI- ½
RI)2)½
[ortogonal] ...(Persamaan
2.8)
dimana:
Xmin,max
< (hprimer)
(Galbraith,
1994).
Pada
kasus Lapangan X, model Brick sedikit dimodifikasi, sehingga Formula
Xmin,max
berubah menjadi :
Xmin,max
= ((RLI – ¼ SI) 2
+(SLI- ½
RI)2)
½
; [Brick
di lap X] ......(Persamaan
2.9)
Ukuran
yang relatif biasanya ideal dipergunakan adalah nilai RLI dan SLI
mendekati Rasio 1:1 (Vermeer, 2002) . Pada tabel 2.1 terlihat
pasangan nilai RLI dan SLI. Nilai RLI adalah kelipatan bulat dari SI
dan SLI adalah kelipatan bulat dari RI. contoh dalam survey ini
dipergunakan RLI = 240 m (3*80, SI= 80meter), dan SLI=160 (4*40
meter, RI = 40 meter).
catatan
: dalam model brick, nilai SLI-nya setengah dari nilai
SLI-Ortoghonal.
- Salvo (shots/template)
Merupakan
jumlah tembakan dalam satu template. Jumlahnya adalah RLI/SI.
- nRL (Number of Receiver Line)
dan
- nC (Number of Channel/Line)
nRL,
Merupakan jumlah receiver line dalam satu template. Sedangkan nC
merupakan jumlah Channel dalam satu Line.
Penentuan
nRL dan nC dipandu oleh 2 hal:
- Pertama nilai Fold dalam arah inLine dan crossLine.
- Kedua jarak target terdalam / Kedalaman Sekunder (hSekunder) yang tercermin sebagai panjang offset maksimum (maksimum far offset).
contoh;
pada survey ini fold yang dikehendaki adalah 35.Langkah awal yang
harus ditempuh adalah membuat faktor bilangan dari nilai fold. Angka
35 faktornya adalah : 1, 5, 7, dan 35.
Kombinasi
bilangan yang diambil adalah 7 dan 5. Pada lapangan x ini
dipergunakan nilai 7 untuk Nilai fold pada arah inLine (Fi) dan 5
pada arah crossLine (Fx), dengan urutan perhitungan sebagai berikut:
Fx
= ½ * nRL ; (fold
dalam arah crossline)
nRL
= 2* Fx
; dengan Fx
= 5,
maka
nRL = 2 x 5 = 10
RL.
(jumlah
Receiver line sudah ditentukan)
Fi
= ½ * [
RI / (2*SLI )] * NC ;
(fold
dalam arah inline)
Maka:
nC
= 4 Fi*SLI
/ RI
nC
= 112 Channel
(jumlah
Channel telah ditentukan)
Dengan
menggunakan panduan kedua, yakni nilai far offset maksimum (Xmaxmax).
Nilai far offset maksimum merupakan syarat geometri vertikal. Dimana
nilai Xmaxmax harus melebihi nilai jarak terdalam (hsekunder) dari
target. Secara normal, nilainya (Xmaxmax) diambil dari fungsi mute
yang digunakan dalam processing, atau stretch otomatis yang
diturunkan dari kecepatan (galbraith, 2004). Secara praktis, ia
merupakan sisi miring dari ½ bentangan template pada arah inline dan
crossline.
Sebagai
pembuktian akan syarat kedalaman, pada model brick ini, didapat nilai
Xmaxmax, yakni:
Xmaxmax
= 2504.795
meter, dimana hsekunder.
= 2200 meter.
sehingga
kaidah ( Xmax,max
> hsekunder.
) sudah terpenuhi.
9. Desain Survey Lapangan
Setelah
menentukan Parameter Target dan Lapangan, maka dimensi Template yang
optimum untuk kondisi target bawah permukaan telah terbangun (gambar
2.1). Langkah selanjutnya adalah menentukan tipe Spread, menghitung
Migrasi Aperture, dan lebar Taperfold.
10. Memilih Pola Spread
Penentuan
Spread pattern (spread configuration) didasarkan pada tujuan survey
dan kemudahan dilapangan. (beberapa tipe spread pada 3D diantaranya;
straight Line / ortogonal, Brick, Zigzag). Pemahaman mengenai
geometri ortogonal adalah sangat penting (hal yang pundamen). Karena
baik desain template maupun desain spread (Brick, Slant, zigzag)
merupakan turunan / modifikasi dari geometri ortogonal.
Pada
survey dilapangan X ini, dipergunakan tipe Brick. Dibanding
Ortogonal, tipe brick memiliki keunggulan nilai Xminmax-nya yang
relatif rendah. Artinya ia lebih sensitif terhadap target dangkal.
Namun dalam operasionalnya tipe brick lebih sulit dilakukan, karena
memiliki lintasan shot point yang berpola tembok-bata (tidak lurus).
11. Migration Aperture
Merupakan
tambahan jarak pada sisi-sisi area survey karena pengaruh kemiringan
(dip maximum).( Xmig) dihitung dengan asumsi sudut pantul pada normal
incident.
Xmig = z tan θ ......(Persamaan
2.11)
z
adalah kedalam target (dalam meter)
θ
adalah kemiringan maksimum target dalam derajat.
12. Taper Fold
Dari
bagian tepi hingga kebagian tengah survey, nilai fold akan bertambah
dari nol hingga fold maksimum. Taper fold merupakan jarak survey
dipermukaan dari fold nol hingga fold mencapai maksimum. Beberapa
formula Fold Taper diperlihatkan oleh (Cordsen & Pierce)
Hasil dan Analisis
Statistik survey
13. Deskripsi Target : Lapangan X
Kedalaman
Primer : 400 meter
Kedalaman
Sekunder : 2200 meter
Kecepatan
interval : 3200 m/s
Dip-inline :
25o
Dip-crossline :
14o
Fmax :
80 Hz
Fmin :
8 Hz
ukuran
Bin (maksimum)
Bin-inline :
23.66 meter
Bin-Xline
: 41.34 meter
Resolusi
Vertikal
(Rv) :
11.11
meter < Rv < 22.22 meter
Lateral
(RL) :
78.87
meter < RL < 275.57 meter
14. Statistik Survey
Tabel
diatas ini membantu kita dalam membandingkan 2 jenis tipe spread
(Ortogonal-Brick), dan 2 jenis tipe template (wide-Azimuth dan
Narrow- Azimuth). Semua item perbandingan ini diuji dengan parameter
target yang sama.
Template
dengan Narrow-Azimuth (112 Ch x 10 RL ) adalah template yang
diaplikasikan pada survey seismik 3D di Lapangan X. sedangkan
Template dengan Wide-Azimuth (80 Ch x 14 RL ) merupakan template
buatan untuk dibandingkan dalam rangka mendapatkan optimasi desain
mana yang lebih optimal untuk survey seismik ini. Total jumlah
Channel (dalam satu template) untuk kedua tipe ini adalah sama,
yakni; 1120 Channel.
15. Perbandingan Geometri Spread Brick dan Ortogonal
1. Template
Perbedaan
yang sangat signifikan antara geometri spread brick dan ortogonal
adalah dari nilai offset dekatnya (near offset). Nilai offset dekat
ini sangat penting peranannya dalam menggambarkan target yang sangat
dangkal. Geometri Brick terbukti memiliki nilai minimum Far offset
(28.28 meter) dan maksimum near offset (260.77 meter) jauh lebih
dekat dibanding dengan geometri Ortogonal. (44.72 ; 360.56). Hal ini
merupakan efek langsung dari nilai SLI ortogonal yang 2 kali lebih
panjang dibanding dari SLI pada Brick.
2. Luas CMP (Common Midpoint Area)
CMP-Area
pada geometri template Brick terlihat 1.95%
lebih
luas dibanding pada geometri template Ortogonal. hal tersebut tentu
saja akan berdampak langsung kepada luas full-fold secara
keseluruhan. Dengan hal ini tentu saja geometri brick akan memiliki
luas fold maksimum yang lebih luas dibanding geometri ortogonal.
3. Fold
Dari
perbandingan nilai Fold terhadap offset, terlihat pada offset
500-1000 meter brick memiliki rata-rata nilai fold (10 fold ) lebih
besar dibanding ortogonal (9 fold). Artinya geometri brick memiliki
sensitifitas fold lebih baik pada offset tersebut. Berdasarkan plot
nilai Fold dan % bin, terlihat juga geometri brick memiliki
distribusi lebih mulus menuju full-fold lebih mulus dibanding
ortogonal.. Hal ini menunjukkan data yang hilang akibat kompensasi
taperfold akan lebih sedikit.
4. Offset
Nilai
rentang-offset (Offset Range) pada Geometri brick (terutama pada
nolai 2000-2500) terlihat relatif lebih merata dibanding dengan
geometri ortogonal.
Hal
tersebut secara visual terlihat gradien offset minimum pada nilai
2000-2500 (biru muda) tertata dengan distribusi lebih baik dibanding
dengan ortogonal yang terkumpul dalam geometri garis vertikal.
Sedangkan
dari nilai offset vs Traces terlihat pada geometri ortogonal lebih
linier dibanding geometri brick. Sedangkan distribusi yang diharapkan
adalah non linier mendekati distribusi normal. Sehingga distribusi
Offset pada geometri Brick lebih baik dibanding distribusi offset
pada ortogonal.
5. Azimuth
Dari
Rose plot diagram diantara 2 template ini tidak memperlihatkan
perbedaan yang signifikan. Kedua-duanya memiliki sudut buka terhadap
arah inline 80 derajat. Hal
ini menunjukkan dalam hal azimuth, kedua geometri (brick dan
ortogonal) tidak terdapat perbedaan yang berarti.
16. Perbandingan Geometri Template Narrow-Azimuth dan Wide-Azimuth
Pemisah
yang jelas antara survey wide-Azimuth Template dan Narrow-Azimuth
Template dibuat berdasarkan aspek rasio dari template perekaman.
(Cordsen, Galbraith, 1999).
Aspek
Rasio didefiniskan sebagai perbandingan dimensi Crossline dengan
dimensi inline pada template. Template perekaman dengan Aspek rasio <
0.5, tergolong sebagai Narrow-Azimuth.
Sedangkan
Template perekaman dengan Aspek rasio > 0.5 tergolong sebagai
Wide-Azimuth. (Cordsen, Galbraith, 1999)
Beberapa
item perbandingan telah dikompilasi untuk mengilustrasikan perbedaan
antara Narrow-Azimuth (112 Ch x 10 RL ) dan Wide-Azimuth (80 Ch x 14
RL ) menggunakan Layout brick
1. Template
Kedua
Template baik pada Narrow-Azimuth dan wide-Azimuth, masing masing
memiliki nilai offset minimum yang sama. Artinya kemampuan untuk
mencitrakan target dangkal adalah sama. Tetapi pada Narrow-Template
ia mempunyai jangkauan far offset yang lebih jauh. (lihat tabel
Statistik : Maximum Far offset). Artinya Template pada
Narrow-Azimuth, memiliki jangkauan rekaman 212 meter lebih dalam
dibanding wide-Template.
Tetapi,
dalam hal operasional Narrow Template lebih mudah dioperasikan.
terutama jika ia melewati daerah yang banyak rintangannya (pemukiman,
peternakan, sawah, dsb). Dengan catatan sumbu panjang dari Template
adalah paralel dengan rintangan yang ada.
2. Luas CMP (Common Midpoint Area)
Luas
CMP untuk Brick-Wide ternyata 4.46%
lebih luas daripada brick-narrow. Hal ini menunjukan. Dengan luas
survey yang sama, maka Template brick wide akan memiliki luas
fullfold yang lebih besar dibanding dengan template pada
Brick-narrow.
3. Fold
Fold
normal untuk kedua tipe ini adalah sama, karena tidak ada perbedaan
dalam SLI, RLI, RI dan SI. Namun dalam panjang fold Taper, untuk
wide-template ia lebih seimbang baik dalam arah in-line maupun
crossline. sedangkan pada Narrow-Template Fold taper pada arah
crossline lebih sempit dari pada Wide-Template. Secara keseluruhan,
fullFold-area pada Brick-wide lebih luas dibanding fullFold-area pada
Narrow Wide.
4. Offset
Nilai
Offset-range pada Brick Narrow menunjukan keunggulan, dengan rentang
offset 0-2514 meter. Sedangkan Nilai Offset-range pada Brick Narrow
memiliki rentang offfset 222 meter lebih pendek, yakni 0-2292 meter.
(gambar 3.4)
Perbandingan
distribusi offset menunjukan Template dari wide azimuth memiliki
trace lebih Non-linier daripada Template Narrow azimuth. (gambar
3.5-a)
Lembah
pada grafik, menunjukan dimana dimensi maksimum crossline dicapai.
Pada
perbandingan atribut fold dengan offset, (Gambar 3.5.b) menunjukkan
Narrow Azimuth memiliki sensitifitas fold lebih baik pada offset
dangkal, dibanding pada wide azimuth. Situasi ini memberikan peluang
bagi Narrow azimuth untuk mencitrakan target dangkal lebih baik.
5. Azimuth
Dengan
membandingkan sudut buka terhadap arah inline, Brick-wide memiliki
sudut senilai (120
O).
Sekitar 40
O
lebih lebar dibanding Narrow-Azimuth yang memiliki sudut buka
terhadap arah inline (80
O),
(gambar 3.6-a dan 36-b). Hal ini terlihat dengan rose diagram dan
Grafik trace terhadap sudut.
Indikator
warna pada rose-diagram (gambar 3.8), menunjukan bahwa jumlah trace
untuk kedua jenis template pada offset pendek (0-1000 meter) adalah
relatif sama. Namun untuk Offset jauh, 1500-2000 meter (far offset)
memperlihatkan fakta yang sangat berbeda antara Wide azimuth dan
Narrow Azimuth.
Wide
Azimuth memperlihatkan jumlah trace lebih dominan pada arah crossline
(kuning
= 9000-10.000 trace) daripada arah inline (merah = 5000-6000 trace).
Sedangkan pada Narrow azimuth, dengan nilai offset yang sama,
menunjukkan fakta yang berlainan, dimana jumlah trace lebih
mendominasi pada arah inline dengan nilai maksimum (biru =
2400-2500). Dan pada arah Crossline secara ekstrem minim dari trace
(ungu muda = 0-800 trace).
Secara
praktis, bisa dikatakan bahwa kualitas data azimuth terbaik untuk
offset jauh, pada arah
inline
adalah sangat baik pada template-Narrow azimuth.
Sedangkan
kualitas data azimuth terbaik untuk offset jauh, pada arah
crossline
adalah sangat baik pada template-Wide azimuth.
17. Hasil Operational Survey Seismik 3D di Lapangan X
Operasional
survey seismik 3D di lapangan X ini menggunakan Template Narrow
dengan Geometri Spread : Brick. Setelah Operasional drilling dan
preloading, didapatkan beberapa pergeseran posisi Shot point (SP)
dikarenakan beberapa rintangan yang dilewatinya (obstecle), seperti
pemukiman penduduk, sawah, sekolah , tempat ibadah dan sejenisnya.
Perubahan
koordinat SP ini akan berpengaruh langsung terhadap distribusi nilai
fold, azimuth dan offset dari setiap bin. Dengan harapan
memepertahankan distribusi nilai fold, azimuth dan offset secara
optimal, maka dirancang juga aturan kompensasi (jarak pergeseran yang
diperbolehkan) dari posisi SP. (lihat lampiran :
Aturan
Offset Shot point 3D Indelberg).
Dari
hasil pergeseran beberapa titik SP, didapatka distribusi nilai Fold,
Offset dan Azimuth sebagaimana pada gambar 3.9
Dari
analisa Fold terlihat perubahan distribusi fold akibat pergeseran
titik SP berkisar antara 34-37 pada nilai fold. (fold
normal : 35).
Kesimpulan
Dari
hasil Statistik survey, perbandingan Geometri Spread, dan geometri
template, didapatkan tabel sebagai berikut:
1. Perbandingan Geometri Spread
Tabel
: Perbandingan Geometri Spread.
Dari
tabel diatas, terlihat geometri Brick lebih 6 item lebih unggul
dibanding geometri ortogonal yang hanya unggul 1 item dari geometri
Brick.
2. Perbandingan Geometri Template
Tabel
: Perbandingan Geometri Template.
-->Dari
tabel diatas, terlihat geometri
Brick-Wide lebih 5 item lebih unggul dibanding geometri ortogonal.
Tetapi untuk 5 item lainnya, geometri Brick-Narrow lebih unggul
dibanding geometri Brick-Wide.
Dalam
operasional survey 3D di lapangan X ini, dipilih Narrow azimuth
template dengan geometri spread brick. Sesuai dengan sasaran dari
survey yakni memetakan struktur stratigrafi detail dari target (nilai
Far-offset dan near offset nya relatif bagus), dengan operasional
relatif lebih mudah.
Lampiran
Contoh template
Template untuk Ortogonal
Template untuk Brick Narrow-Azimuth
Template untuk Brick Wide-Azimuth
Geometri Brick dan Ortogonal
Fold : Ortogonal-narrow; Brick-Narrow; Brick-Wide
Offset Range Ortogonal
Offset Range Brick-Narrow
Offset Range Brick-Wide
Offset vs Traces : Ortogonal, Brick-Narrow, Brick-Wide
Fold vs Offset Ortogonal
Fold vs Offset Brick -Narrow
Fold vs Offset Brick-Wide
Azimuth distribution vs trace count : Ortogonal, Brick-Narrow, Brick-Wide
Rose-diagram Ortogonal
Rose-diagram Brick-Narrow
Rose-diagram Brick-Wide
Optimasi Nilai RLI dan SLI
Diagram alir penentuan parameter pada desain geometri survey seismik 3D
Survey-Design Area
Template Design
No comments:
Post a Comment