Semakin mempelajari teknik seismic processing, semakin banyak trik yang saya pelajari. Berada di bawah pimpinan project leader yang berbeda, akan memberikan taste yang berbeda dalam setiap racikannya.
Pernahkan anda memasak? Seperti itulah asyiknya mengolah data ini. Ibaratnya data seismik adalah nasi goreng, setiap chef punya bumbu yang berbeda, cara memasak yang berbeda, cookware yang berbeda, plating yang berbeda sehingga sajian dan rasanya pun berbeda.
Ibaratnya chef adalah project leader, atau PIC yang bertanggung jawab atas pengolahan data seismik suatu lapangan. Menu marine, land dan transition zone adalah bahan utama, bisa kita ibaratkan dengan ayam, sapi, atau ikan. Kemudian 2D dan 3D adalah skala jumlah pelanggan. Client sendiri sudah menggambarkan pelanggan. Apakah oil & gas company yang meng-hire service company seperti kita adalah tamu hotel, pelanggan restoran, kritikus makanan, kolumnis majalah, atau sekedar penikmat makanan. Apakah perusahaan asing yang besar, atau perusahaan lokal yang baru melangkah, atau konsultan jasa yang mengerti luar-dalam proses kita.
Cookware atau software yang digunakan pun berbeda. Ibaratnya kitchen-set yang digunakan di dapur, para geophysicist pun menggunakan software yang berbeda. Bisa Omega-nya Western Geco, Geovation-nya CGG, Geodepth-nya Paradigm, Landmark-nya Halliburton, dll.
Dan yang paling penting adalah proses memasaknya sendiri. Ibaratnya ayam goreng, kita harus menyembelih ayamnya dulu agar dari yang hidup bisa berubah jadi ayam yang sudah dikuliti. Ini namanya proses reformatting. Proses awal yang wajib dan tidak bisa diubah flow-nya. Ga mungkin kan ayam hidup digoreng?
Oke, setelah itu adalah proses geometry. Bagaimana agar ayam tersebut sesuai dengan wajan yang kita pakai, atau sesuai dengan potongan yang kita inginkan. Kemudian proses denoising, kita hilangkan bagian-bagian yang tidak kita inginkan. Misalnya ceker dan usus, yang kita anggap sebagai noise yang kelihatan, seperti ground roll dan multiple. Ada lagi noise-noise yang hampir mirip dengan data, seperti linear noise, impulsive noise, spike noise, dll. Nah ini yang mungkin ibaratnya tulang-tulang ayam, bagian ayam lainnya, atau bau tertentu dan rasa tertentu yang ingin kita buang. Disini, seperti halnya memasak, tidak ada aturan bahagian mana dulu yang harus dikerjakan. Disinilah seni, skill, kemampuan teknis, instinct dan logika para pemimpin dipertaruhkan. Bisa mereka gunakan alat dan bumbu apa saja yang menurut mereka terbaik. Apakah menggunakan pisau, sumpit, atau ditambah jeruk nipis, daun-daunan. Ya...
Next, velocity analysis. Ini mungkin seperti bagaimana suhu minyak yang kita gunakan untuk menggoreng, kita analisis kenapa harus suhu tersebut, oh mungkin pada suhu tersebut akan menghasilkan ayam goreng yang lebih nikmat. Tak bisa sembarang goreng, karena nanti akan berpengaruh ke depannya.
Oke, berikutnya preconditioning. Apa yang bisa kita lakukan agar setelah digoreng, ayam tersebut memperoleh rasa yang lebih baik. Atau penggambaran yang selama ini kita dengar, bagaimana agar muka yang sudah dibersihkan bisa didandani alias di-make-up agar menjadi lebih cantik. Untuk makanan, bisa saja kita tambahkan bahan-bahan atau bumbu-bumbu lainnya.
Selanjutnya, migration. Bentuk ayam yang sudah dibumbui tersebut, apakah sudah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? apakah sesuai dengan yang digambarkan oleh resep sebelumnya? (ibaratnya apakah sesuai dengan old section atau model geologi) Jika belum, mungkin masih perlu dimasak lagi (velocity analysis), atau perlu dipercantik lagi (post-stack denoising)
Oke, saatnya plating alias penyajian ke client. Data kudu diubah dulu ke format yang client inginkan. Ganti piringnya! Lalu, kita tata seindah mungkin, tambahkan sedikit filtering atau equalization agar data yang ditampilkan siap untuk dinikmati client.
See? Ada flow yang mutlak, namun, cara pengerjaan dan bumbunya tergantung pengerjanya. Yang penting hasil memuaskan, malah disini dituntut kreativitas bukan?
Selamat bekerja!