Saturday, June 22, 2013

Geometri Brick pada Desain Survey Seismik Darat 3D di Lapangan X

Kontributor : Krisna Andita.

Sari
Untuk memetakan stratigrafi dan struktur detail dari target bawah permukaan di lapangan X dibutuhkan survey seismik 3D. Tahap awal dari survey ini adalah desain geometri survey 3D.

Dalam paper ini dijelaskan 2 hal. Pertama, tentang prosedur penentuan 7 parameter target (bawah permukaan) dan 7 parameter lapangan (permukaan). Yang kedua, evaluasi beberapa model desain Geometri survey seismik darat 3D. Sehingga bisa diestimasi, desain yang paling optimal untuk lapangan X.

Desain geometri survey meliputi 2 item desain utama, yakni desain template dan desain konfigurasi spread. 2 jenis template yang didesain adalah tipe Wide-azimuth dengan Narrow Azimuth. Dan 2 jenis Spread yang yang didesain adalah tipe Brick dan Ortogonal.

Perbandingan geometri spread menunjukkan, geometri brick mampu memberikan kualitas survey yang lebih baik dalam hal nilai near-offset, luas CMP-area nilai fold pada offset dangkal, dan distribusi nilai far offset, dibanding geometri ortogonal.

Dengan analisa bin, wide-azimuth template dinilai lebih baik dalam hal luas CMP-area, luas fullfold, dan distribusi azimuth. Namun dalam nilai Maksimum far offset, offset range dan sensitifitas fold pada target dangkal, Narrow-azimuth template terbukti lebih baik.

Pendahuluan 

1. Latar Belakang Masalah 
Lapangan X merupakan lapangan Eksplorasi minyak yang sudah diproduksi. Untuk kepentingan optimasi produksi yang lebih baik dibutuhkan data struktur dan stratigrafi detail dari target (bawah permukaan) di lapangan X ini.

Deskripsi target geologi (bawah permukaan) pada lapangan X ini, berkisar dari 400 hingga 2200 meter dari permukan tanah. Dengan kemiringan (dip) antara 5-25 o .

Pada tulisan ini dirancang beberapa model geometri template dan spread untuk survey seismik 3D di lapangan X. Kemudian dianalisa dan dicari desain mana yang lebih optimal untuk diaplikasikan di lapangan X.

2. Batasan Masalah 

Hal yang penulis angkat dalam paper ini adalah mengenai Eksplorasi seismik darat 3D. Secara spesifik mengungkap 3 hal; yakni:
  • Prosedur desain Geometri Brick pada Eksplorasi seismik 3D dari tahap pra operasional, sampai tahap “re-desain” di tahap operasional, yang mengalami modifikasi posisi Shot point recovery, akibat rintangan (obstacle) di lapangan.
  • Analisa perbandingan 2 tipe konfigurasi Spread (Brick dan Ortogonal) dengan Ukuran template yang sama.
  • Analisa perbandingan 2 tipe template (Wide & Narrow Azimuth) pada geometri Brick, dengan berbagai Atributnya.

3. Tujuan
  • Menjelaskan prosedur penentuan parameter dalam desain survey seismik 3D dalam rangka mendapatkan struktur stratigrafi detail dari target dengan geometri brick di Lapangan X.
  • Optimasi Pemilihan tipe Template dan konfoigurasi spread yang sesuai untuk survey 3D di lapangan X.
4. Alat Bantu/Tools
 
Sebagai alat bantu, Penulis menggunakan software desain survey seismik 3D; MESA profesional ver. 7.0 (Green Mountain Geophysics).
 
5. Membuat Desain Template
Template merupakan istilah dalam desain seismik 3D yang menggambarkan geometri posisi sumber getar (Shot point) dan penerima (geophone group) yang aktif dalam satu kali group tembakan (salvo) (Gambar 2.1). Geometri template ini dirancang berdasarkan informasi fisika dan geologi secara global dari kondisi target bawah permukaan (subsurface). Hal tersebut dikenal sebagai parameter bawah permukaaan (parameter target).

Dari parameter target ini, seorang perancang desain survey, memiliki masukan untuk menentukan paramater geometri survey di permukaan yang dikenal sebagai parameter Permukaaan (Parameter lapangan).

Kronologis penentuan Parameter target dan Parameter permukaan di lapangan X ini secara sederhana bisa diperlihatkan dengan bagan alur 2.1, 2.2 dan 2.3.

6. Parameter Bawah Permukaan (Target)
7 Parameter bawah permukaan (parameter Target) :
  1. Kedalaman
Kedalaman yang digunakan disini adalah kedalaman target dari permukaan (surface) bukan kedalaman dari muka laut (MSL). Kedalaman yang dimaksud terbagi menjadi 2;
  • Kedalaman Primer (hprimer)
  • Kedalaman Sekunder (hSekunder)
Kedalaman primer merupakan kedalaman dari target terdangkal, sedangkan Kedalaman Sekunder merupakan kedalaman dari target terdalam. Informasi ini bisa diperkirakan dari data sumur, atau dari data seismik 2D sebelumnya. Parameter kedalaman ini penting peranannya sebagai parameter jangkauan Maksimum Near offset (Xmaxmax) dan Maksimum Far offset (Xminmax).
dimana :

Xminmax < (hprimer) < (hSekunder) < Xmaxmax

yang lebih detailnya, akan dijelaskan dalam pembahasan paramater permukaaan (lapangan).

  1. Vrms
Merupakan kecepatan rata-rata dari setiap lapisan bawah permukaan. Informasi ini didapat dari kecepatan interval (kecepatan rambat gelombang P pada masing-masing lapisan), yang didapat dari data sumur. Vrms sangat besar pengaruhnya dalam penentuan ukuran BIN, yang akan di jelaskan di pembahasan berikutnya.

  1. Fmax
Adalah frekuensi maksimum yang bisa direkam dari Lapisan Target. biasanya frekuensi seismik berkisar antara 8 s/d 80 Hz. Dari nilai Fmax menCerminkan panjang gelombang dapat diketahui. Panjang gelombang sangat menentukan nilai resolusi, baik vertikal maupun Lateral. Fmax juga berdampak langsung pada ukuran maksimum dari bin.
Berikut formulasi dari resolusi;

Resolusi Vertikal
[ λ / 4] < Rv < [λ / 2]
Rv_min < Rv < Rv_max .........................(Persamaan 2.1)
dengan:
Rv_min = [ Vint / (4*Δf)]
Rv_max = [ Vint / (2*Δf)]


Resolusi Lateral
RL_min < RL < RL_max ........................(Persamaan 2.2)
dengan:
RL_min = [3*Rv_min / sin(θmax)]
RL_max = [3*Rv_max / sin(θmax)]

(Mesa ver 7.03)


Resolusi Lateral juga dipengaruhi oleh radius dari Zona Fresnel pertama. jika luas target lebih kecil dari Zona Fresnel pertama, maka refleksi seismik yang menggambarkan target akan terganggu /terdistorsi. (Priyono, 2001)

Radius Zona Fresnel Pertama dinyatakan dengan :
     dimana :
w = diameter Zona Fresnel

  1. Dip (kemiringan maksimum Target)
Merupakan kemiringan maksimum Target. dip ini di bagi dalam 2 arah. Dip dalam arah inLine, dan dip dalam arah Crossline. Nilai dip ini bisa diambil dari time struktur map, atau dari penampang seismik 2D, tentunya setelah mengetahui nilai kecepatan rambat gelombang di lapisan tersebut. Nilai dip ini berpengaruh terhadap perhitungan ukuran BIN dalam arah inline dan Crossline. Dalam aspek geometri lainnya, ia sangat menentukan perhitungan migrasi aperture, juga dalam menentukan orientasi (arah) bentangan Receiver line dan shot line. Termasuk di dalamnya (kalau ada) arah strike dari patahan.

  1. Dimensi zona target
Ukuran zona target (bawah permukaan) dalam bidang luasan. Didalamnya berisi data bentuk permukaan target, berbentuk poligon sederhana, segi empat, dsb. Termasuk juga posisi titik-titik batasnya (target boundary). informasi ini berguna dalam menghitung Luas Zona Survey secara keseluruhan.

  1. Ukuran Bin (Binsize)
Bin, merupakan rekayasa sampel luasan pada bidang target. Bin merupakan tempat jatuhnya sinyal-sinyal refleksi yang di-stack (konsep CMP). Sehingga bidang survey menjadi terbagi-bagi dalam geometri grid.

Bin juga merupakan “bank data” yang mendokumentasikan nilai fold, azimuth, dan Offset, yang bisa diakses secara terpisah (untuk dibandingkan), atau bersamaan.
Ukuran bin dipengaruhi oleh VRMS, Frekuensi Maksimum, dan dip maksimum.
Perhitungan nilai bin mengikuti formulasi sebagai berikut:
...(Persamaan 2.3)



Dimana :
Δbx adalah ukuran bin dalam arah x
Sin θ merupakan sudut dip maksimum dalam arah crossline ( searah strike struktur).
Δby memiliki formula yang sama, namun dengan sudut dip tegak lurus terhadap strike. (dip arah inline)

Ukuran bin diatas adalah ukuran maksimum dari bin. Dimana jika telah melewati ukuran tersebut akan terjadi aliasing terhadap data yang akan diperoleh. Ini merupakan hal yang buruk bagi proses selanjutnya. Ukuran bin biasanya dinyatakan dalam bilangan bulat, misalnya : 24, 30, 35 dan sebagainya.
  1. Fold (multiplicity)
Merupakan jumlah pasangan sinyal pantul Source dan geophone-Group dari setiap titik di pusat bin.

Nilai fold pada desain survey 3D, diambil dari nilai fold survey seismik 2D sebelumnya. Harganya berkisar antara:

          1/3 Fold2D < Fold3D < 2/3 Fold2D ...(Persamaan 2.4)

Untuk geomeri seismik 3D, fold dideskripsikan dalam 2 arah.

Arah Crossline (Fx) dan arah inline (Fi)

Fx = ½ * nRL ; ...(Persamaan 2.5)
dimana:
Fx adalah Fold dalam arah Crossline
nRL adalah jumlah receiver line dalam satu template.

Fi = ½ * [ RI / (2*SLI )] * nC ...(Persamaan 2.6)

dimana:
Fi adalah Fold dalam arah inLine
RI adalah jarak antar Geophone Group
SLI adalah jarak antar line-Shotpoint

Catatan: formula ini hanya berlaku untuk Geometri brick Lapangan X
Ftot = Fx * Fi ...(Persamaan 2.7) Nilai fold berpengaruh langsung terhadap kualitas data. Karena semakin banyak nilai fold, akan semakin baik pula nilai data hasil stack. Jumlah fold ini akan dipengaruhi oleh jarak antar Geophone-Group, jarak antar source point, sekaligus jumlah Channel Aktif yang dibentang dalam beberapa receiver line. Singkatnya jumlah fold yang tinggi berarti memakan biaya operasional yang relatif tinggi pula.

8. Parameter Permukaan (Lapangan)
Parameter Permukaan ini merupakan Geometri pokok yang diturunkan dari parameter target. Parameter Permukaan dirancang untuk menangkap semua kebutuhan data seismik berdasarkan spesifikasi pada parameter target sebelumnya.
  1. RI (Receiver Interval)
Merupakan jarak antara 2 geophone group. Nilainya adalah dua kali ukuran bin, baik dalam arah inline, maupun crossline. Sehingga besar kecilnya RI, sangat dipengaruhi oleh ukuran BIN yang telah ditentukan dalam suatu operasi survey.

  1. SI (Shotpoint Interval)
Merupakan jarak antar 2 titik tembak (Shotpoint). Nilai SI dalam dunia survey biasanya kelipatan bulat dari jarak RI. misalnya; SI=RI, SI=2*RI, dst. Nilai SI akan berpengaruh terhadap jumlah total SP (Shotpoint) yang akan disimpan dalam area survey. Tentunya semakin banyak SP, biaya survey akan semakin mahal pula.

  1. SLI (Shot Line Interval)
dan
  1. RLI (Receiver Line Interval)
Untuk menentukan nilai SLI dan RLI, bisa mengikuti 2 pendekatan:
Pendekatan pertama sebagaimana yang digunakan oleh Mike Galbraith (1994) dan Stone, 1994)
dengan :
NS = jumlah shotpoint per km 2
F = nominal fold
            C = jumlah Channel aktif dalam satu Template perekaman
b x = Dimensi bin pada arah x (km)
b y = Dimensi bin pada arah y (km)
b =Dimensi bin searah terhadap orientasi Shotline (km)



Misalnya, jika Survey di Lapangan X ini dengan menggunakan konfigurasi spreadnya ortogonal dan Fold =35, C=1120, bx = 0.040, by =0.020. Maka diketahui nS = 39.0625 sp/ km 2
kemudian, dengan b = 0.040, maka SLI = 320 (ortogonal), 160 (brick)
Metode ini sangat baik digunakan jika kita memiliki jumlah Channel terbatas senilai C.

Cara kedua adalah dengan optimasi nilai Xminmax (maksimum near offset). Dimana secara praktis, (Xminmax) merupakan jarak target terdangkal yang merupakan akar kuadrat dari nilai Near offset maksimum ditambah Far offset maksimum yang masing-masing dikuadratkan.

Secara detail, turut diperhitungkan pula nilai RI dan SI, sebagai berikut:

Xmin,max = ((RLI - ½ SI)2 +(SLI- ½ RI)2)½ [ortogonal] ...(Persamaan 2.8)

dimana: Xmin,max < (hprimer)
(Galbraith, 1994).

Pada kasus Lapangan X, model Brick sedikit dimodifikasi, sehingga Formula Xmin,max berubah menjadi :

Xmin,max = ((RLI – ¼ SI) 2 +(SLI- ½ RI)2) ½ ; [Brick di lap X] ......(Persamaan 2.9)

Ukuran yang relatif biasanya ideal dipergunakan adalah nilai RLI dan SLI mendekati Rasio 1:1 (Vermeer, 2002) . Pada tabel 2.1 terlihat pasangan nilai RLI dan SLI. Nilai RLI adalah kelipatan bulat dari SI dan SLI adalah kelipatan bulat dari RI. contoh dalam survey ini dipergunakan RLI = 240 m (3*80, SI= 80meter), dan SLI=160 (4*40 meter, RI = 40 meter).

catatan : dalam model brick, nilai SLI-nya setengah dari nilai SLI-Ortoghonal.

  1. Salvo (shots/template)
Merupakan jumlah tembakan dalam satu template. Jumlahnya adalah RLI/SI.

  1. nRL (Number of Receiver Line)
dan
  1. nC (Number of Channel/Line)

nRL, Merupakan jumlah receiver line dalam satu template. Sedangkan nC merupakan jumlah Channel dalam satu Line.
Penentuan nRL dan nC dipandu oleh 2 hal:
  • Pertama nilai Fold dalam arah inLine dan crossLine.
  • Kedua jarak target terdalam / Kedalaman Sekunder (hSekunder) yang tercermin sebagai panjang offset maksimum (maksimum far offset).

contoh; pada survey ini fold yang dikehendaki adalah 35.Langkah awal yang harus ditempuh adalah membuat faktor bilangan dari nilai fold. Angka 35 faktornya adalah : 1, 5, 7, dan 35.

Kombinasi bilangan yang diambil adalah 7 dan 5. Pada lapangan x ini dipergunakan nilai 7 untuk Nilai fold pada arah inLine (Fi) dan 5 pada arah crossLine (Fx), dengan urutan perhitungan sebagai berikut:

Fx = ½ * nRL ; (fold dalam arah crossline)
nRL = 2* Fx ; dengan Fx = 5,

maka nRL = 2 x 5 = 10 RL.
(jumlah Receiver line sudah ditentukan)

Fi = ½ * [ RI / (2*SLI )] * NC ;
(fold dalam arah inline)
Maka:
nC = 4 Fi*SLI / RI
nC = 112 Channel
(jumlah Channel telah ditentukan)

Dengan menggunakan panduan kedua, yakni nilai far offset maksimum (Xmaxmax). Nilai far offset maksimum merupakan syarat geometri vertikal. Dimana nilai Xmaxmax harus melebihi nilai jarak terdalam (hsekunder) dari target. Secara normal, nilainya (Xmaxmax) diambil dari fungsi mute yang digunakan dalam processing, atau stretch otomatis yang diturunkan dari kecepatan (galbraith, 2004). Secara praktis, ia merupakan sisi miring dari ½ bentangan template pada arah inline dan crossline.

Sebagai pembuktian akan syarat kedalaman, pada model brick ini, didapat nilai Xmaxmax, yakni:
Xmaxmax = 2504.795 meter, dimana hsekunder. = 2200 meter.
sehingga kaidah ( Xmax,max > hsekunder. ) sudah terpenuhi.


9. Desain Survey Lapangan
Setelah menentukan Parameter Target dan Lapangan, maka dimensi Template yang optimum untuk kondisi target bawah permukaan telah terbangun (gambar 2.1). Langkah selanjutnya adalah menentukan tipe Spread, menghitung Migrasi Aperture, dan lebar Taperfold.

10. Memilih Pola Spread
Penentuan Spread pattern (spread configuration) didasarkan pada tujuan survey dan kemudahan dilapangan. (beberapa tipe spread pada 3D diantaranya; straight Line / ortogonal, Brick, Zigzag). Pemahaman mengenai geometri ortogonal adalah sangat penting (hal yang pundamen). Karena baik desain template maupun desain spread (Brick, Slant, zigzag) merupakan turunan / modifikasi dari geometri ortogonal.

Pada survey dilapangan X ini, dipergunakan tipe Brick. Dibanding Ortogonal, tipe brick memiliki keunggulan nilai Xminmax-nya yang relatif rendah. Artinya ia lebih sensitif terhadap target dangkal. Namun dalam operasionalnya tipe brick lebih sulit dilakukan, karena memiliki lintasan shot point yang berpola tembok-bata (tidak lurus).

11. Migration Aperture
 Merupakan tambahan jarak pada sisi-sisi area survey karena pengaruh kemiringan (dip maximum).( Xmig) dihitung dengan asumsi sudut pantul pada normal incident.

Xmig = z tan θ ......(Persamaan 2.11)

z adalah kedalam target (dalam meter)
θ adalah kemiringan maksimum target dalam derajat.

12. Taper Fold
Dari bagian tepi hingga kebagian tengah survey, nilai fold akan bertambah dari nol hingga fold maksimum. Taper fold merupakan jarak survey dipermukaan dari fold nol hingga fold mencapai maksimum. Beberapa formula Fold Taper diperlihatkan oleh (Cordsen & Pierce)
 
Hasil dan Analisis
Statistik survey

13. Deskripsi Target : Lapangan X
Kedalaman Primer : 400 meter
Kedalaman Sekunder : 2200 meter
Kecepatan interval : 3200 m/s
Dip-inline : 25o
Dip-crossline : 14o
Fmax : 80 Hz
Fmin : 8 Hz

ukuran Bin (maksimum)
Bin-inline : 23.66 meter
Bin-Xline : 41.34 meter

Resolusi
Vertikal (Rv) :
11.11 meter < Rv < 22.22 meter

Lateral (RL) :
78.87 meter < RL < 275.57 meter

14. Statistik Survey 
Tabel diatas ini membantu kita dalam membandingkan 2 jenis tipe spread (Ortogonal-Brick), dan 2 jenis tipe template (wide-Azimuth dan Narrow- Azimuth). Semua item perbandingan ini diuji dengan parameter target yang sama.

Template dengan Narrow-Azimuth (112 Ch x 10 RL ) adalah template yang diaplikasikan pada survey seismik 3D di Lapangan X. sedangkan Template dengan Wide-Azimuth (80 Ch x 14 RL ) merupakan template buatan untuk dibandingkan dalam rangka mendapatkan optimasi desain mana yang lebih optimal untuk survey seismik ini. Total jumlah Channel (dalam satu template) untuk kedua tipe ini adalah sama, yakni; 1120 Channel.

15. Perbandingan Geometri Spread Brick dan Ortogonal
         1. Template
Perbedaan yang sangat signifikan antara geometri spread brick dan ortogonal adalah dari nilai offset dekatnya (near offset). Nilai offset dekat ini sangat penting peranannya dalam menggambarkan target yang sangat dangkal. Geometri Brick terbukti memiliki nilai minimum Far offset (28.28 meter) dan maksimum near offset (260.77 meter) jauh lebih dekat dibanding dengan geometri Ortogonal. (44.72 ; 360.56). Hal ini merupakan efek langsung dari nilai SLI ortogonal yang 2 kali lebih panjang dibanding dari SLI pada Brick.

         2. Luas CMP (Common Midpoint Area)
CMP-Area pada geometri template Brick terlihat 1.95% lebih luas dibanding pada geometri template Ortogonal. hal tersebut tentu saja akan berdampak langsung kepada luas full-fold secara keseluruhan. Dengan hal ini tentu saja geometri brick akan memiliki luas fold maksimum yang lebih luas dibanding geometri ortogonal.

         3. Fold
Dari perbandingan nilai Fold terhadap offset, terlihat pada offset 500-1000 meter brick memiliki rata-rata nilai fold (10 fold ) lebih besar dibanding ortogonal (9 fold). Artinya geometri brick memiliki sensitifitas fold lebih baik pada offset tersebut. Berdasarkan plot nilai Fold dan % bin, terlihat juga geometri brick memiliki distribusi lebih mulus menuju full-fold lebih mulus dibanding ortogonal.. Hal ini menunjukkan data yang hilang akibat kompensasi taperfold akan lebih sedikit.

         4. Offset
Nilai rentang-offset (Offset Range) pada Geometri brick (terutama pada nolai 2000-2500) terlihat relatif lebih merata dibanding dengan geometri ortogonal.
Hal tersebut secara visual terlihat gradien offset minimum pada nilai 2000-2500 (biru muda) tertata dengan distribusi lebih baik dibanding dengan ortogonal yang terkumpul dalam geometri garis vertikal.

Sedangkan dari nilai offset vs Traces terlihat pada geometri ortogonal lebih linier dibanding geometri brick. Sedangkan distribusi yang diharapkan adalah non linier mendekati distribusi normal. Sehingga distribusi Offset pada geometri Brick lebih baik dibanding distribusi offset pada ortogonal.

         5. Azimuth
Dari Rose plot diagram diantara 2 template ini tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Kedua-duanya memiliki sudut buka terhadap arah inline 80 derajat. Hal ini menunjukkan dalam hal azimuth, kedua geometri (brick dan ortogonal) tidak terdapat perbedaan yang berarti.

16. Perbandingan Geometri Template Narrow-Azimuth dan Wide-Azimuth
Pemisah yang jelas antara survey wide-Azimuth Template dan Narrow-Azimuth Template dibuat berdasarkan aspek rasio dari template perekaman. (Cordsen, Galbraith, 1999).

Aspek Rasio didefiniskan sebagai perbandingan dimensi Crossline dengan dimensi inline pada template. Template perekaman dengan Aspek rasio < 0.5, tergolong sebagai Narrow-Azimuth.

Sedangkan Template perekaman dengan Aspek rasio > 0.5 tergolong sebagai Wide-Azimuth. (Cordsen, Galbraith, 1999)

Beberapa item perbandingan telah dikompilasi untuk mengilustrasikan perbedaan antara Narrow-Azimuth (112 Ch x 10 RL ) dan Wide-Azimuth (80 Ch x 14 RL ) menggunakan Layout brick

         1. Template
Kedua Template baik pada Narrow-Azimuth dan wide-Azimuth, masing masing memiliki nilai offset minimum yang sama. Artinya kemampuan untuk mencitrakan target dangkal adalah sama. Tetapi pada Narrow-Template ia mempunyai jangkauan far offset yang lebih jauh. (lihat tabel Statistik : Maximum Far offset). Artinya Template pada Narrow-Azimuth, memiliki jangkauan rekaman 212 meter lebih dalam dibanding wide-Template.
Tetapi, dalam hal operasional Narrow Template lebih mudah dioperasikan. terutama jika ia melewati daerah yang banyak rintangannya (pemukiman, peternakan, sawah, dsb). Dengan catatan sumbu panjang dari Template adalah paralel dengan rintangan yang ada.

         2. Luas CMP (Common Midpoint Area)
Luas CMP untuk Brick-Wide ternyata 4.46% lebih luas daripada brick-narrow. Hal ini menunjukan. Dengan luas survey yang sama, maka Template brick wide akan memiliki luas fullfold yang lebih besar dibanding dengan template pada Brick-narrow. 

         3. Fold
Fold normal untuk kedua tipe ini adalah sama, karena tidak ada perbedaan dalam SLI, RLI, RI dan SI. Namun dalam panjang fold Taper, untuk wide-template ia lebih seimbang baik dalam arah in-line maupun crossline. sedangkan pada Narrow-Template Fold taper pada arah crossline lebih sempit dari pada Wide-Template. Secara keseluruhan, fullFold-area pada Brick-wide lebih luas dibanding fullFold-area pada Narrow Wide.

         4. Offset
Nilai Offset-range pada Brick Narrow menunjukan keunggulan, dengan rentang offset 0-2514 meter. Sedangkan Nilai Offset-range pada Brick Narrow memiliki rentang offfset 222 meter lebih pendek, yakni 0-2292 meter. (gambar 3.4)
Perbandingan distribusi offset menunjukan Template dari wide azimuth memiliki trace lebih Non-linier daripada Template Narrow azimuth. (gambar 3.5-a)
Lembah pada grafik, menunjukan dimana dimensi maksimum crossline dicapai.
Pada perbandingan atribut fold dengan offset, (Gambar 3.5.b) menunjukkan Narrow Azimuth memiliki sensitifitas fold lebih baik pada offset dangkal, dibanding pada wide azimuth. Situasi ini memberikan peluang bagi Narrow azimuth untuk mencitrakan target dangkal lebih baik.

         5. Azimuth
Dengan membandingkan sudut buka terhadap arah inline, Brick-wide memiliki sudut senilai (120 O). Sekitar 40 O lebih lebar dibanding Narrow-Azimuth yang memiliki sudut buka terhadap arah inline (80 O), (gambar 3.6-a dan 36-b). Hal ini terlihat dengan rose diagram dan Grafik trace terhadap sudut.

Indikator warna pada rose-diagram (gambar 3.8), menunjukan bahwa jumlah trace untuk kedua jenis template pada offset pendek (0-1000 meter) adalah relatif sama. Namun untuk Offset jauh, 1500-2000 meter (far offset) memperlihatkan fakta yang sangat berbeda antara Wide azimuth dan Narrow Azimuth.

Wide Azimuth memperlihatkan jumlah trace lebih dominan pada arah crossline (kuning = 9000-10.000 trace) daripada arah inline (merah = 5000-6000 trace). Sedangkan pada Narrow azimuth, dengan nilai offset yang sama, menunjukkan fakta yang berlainan, dimana jumlah trace lebih mendominasi pada arah inline dengan nilai maksimum (biru = 2400-2500). Dan pada arah Crossline secara ekstrem minim dari trace (ungu muda = 0-800 trace).

Secara praktis, bisa dikatakan bahwa kualitas data azimuth terbaik untuk offset jauh, pada arah inline adalah sangat baik pada template-Narrow azimuth.
Sedangkan kualitas data azimuth terbaik untuk offset jauh, pada arah crossline adalah sangat baik pada template-Wide azimuth.

17. Hasil Operational Survey Seismik 3D di Lapangan X

Operasional survey seismik 3D di lapangan X ini menggunakan Template Narrow dengan Geometri Spread : Brick. Setelah Operasional drilling dan preloading, didapatkan beberapa pergeseran posisi Shot point (SP) dikarenakan beberapa rintangan yang dilewatinya (obstecle), seperti pemukiman penduduk, sawah, sekolah , tempat ibadah dan sejenisnya.

Perubahan koordinat SP ini akan berpengaruh langsung terhadap distribusi nilai fold, azimuth dan offset dari setiap bin. Dengan harapan memepertahankan distribusi nilai fold, azimuth dan offset secara optimal, maka dirancang juga aturan kompensasi (jarak pergeseran yang diperbolehkan) dari posisi SP. (lihat lampiran : Aturan Offset Shot point 3D Indelberg).

Dari hasil pergeseran beberapa titik SP, didapatka distribusi nilai Fold, Offset dan Azimuth sebagaimana pada gambar 3.9

Dari analisa Fold terlihat perubahan distribusi fold akibat pergeseran titik SP berkisar antara 34-37 pada nilai fold. (fold normal : 35).

Kesimpulan
Dari hasil Statistik survey, perbandingan Geometri Spread, dan geometri template, didapatkan tabel sebagai berikut:
1. Perbandingan Geometri Spread
 Tabel : Perbandingan Geometri Spread.
Dari tabel diatas, terlihat geometri Brick lebih 6 item lebih unggul dibanding geometri ortogonal yang hanya unggul 1 item dari geometri Brick.

2. Perbandingan Geometri Template
Tabel : Perbandingan Geometri Template.
-->Dari tabel diatas, terlihat geometri Brick-Wide lebih 5 item lebih unggul dibanding geometri ortogonal. Tetapi untuk 5 item lainnya, geometri Brick-Narrow lebih unggul dibanding geometri Brick-Wide.

Dalam operasional survey 3D di lapangan X ini, dipilih Narrow azimuth template dengan geometri spread brick. Sesuai dengan sasaran dari survey yakni memetakan struktur stratigrafi detail dari target (nilai Far-offset dan near offset nya relatif bagus), dengan operasional relatif lebih mudah.


Lampiran

 Contoh template

   Template untuk Ortogonal

Template untuk Brick Narrow-Azimuth

 Template untuk Brick Wide-Azimuth


 Geometri Brick dan Ortogonal

 Fold : Ortogonal-narrow; Brick-Narrow; Brick-Wide

 Offset Range Ortogonal
 Offset Range Brick-Narrow

 Offset Range Brick-Wide

   Offset vs Traces : Ortogonal, Brick-Narrow, Brick-Wide

 Fold vs Offset Ortogonal
 Fold vs Offset Brick -Narrow
Fold vs Offset Brick-Wide

Azimuth distribution vs trace count : Ortogonal, Brick-Narrow, Brick-Wide
 Rose-diagram Ortogonal 

 Rose-diagram Brick-Narrow

 Rose-diagram Brick-Wide 

 
 Optimasi Nilai RLI dan SLI
  
  Diagram alir penentuan parameter pada desain geometri survey seismik 3D
Survey-Design Area
 
 Template Design
 

No comments: